Pelatihan menulis tak selalu berpretensi melahirkan penulis. Bisa juga pelatihan 'sekadar' melatih kemampuan dasar menulis untuk keperluan administratif seperti surat-menyurat, proposal, laporan, dan lain sebagainya.
Jalan Panjang Melatih Menulis
Sejak menekuni dunia menulis tahun 1994, beberapa tahun
kemudian saya mulai diundang mengisi pelatihan menulis. Setidaknya sejak tahun
1999, saya sudah biasa diundang mengisi pelatihan menulis.
Peserta pelatihannya sejak usia SMP hingga mahasiswa, bahkan
guru dan umum. Jumlah pesertanya mulai yang puluhan hingga ratusan, bahkan pernah
mengisi pelatihan dengan peserta tak kurang dari 450 orang.
Tentu, bila bicara efektifitas, pelatihan dengan jumlah
terbatas lebih efektif daripada peserta dengan jumlah yang banyak.
Jumlah peserta pelatihan yang banyak, yang jumlahnya bisa
mencapai ratusan, bagi saya, lebih merupakan even yang sifatnya motivasi dan
syiar literasi ketimbang efektif melahirkan penulis.
Kendati yang jumlah sedikit peserta pelatihannya, juga tidak
menjamin para pesertanya akan otomatis menjadi seorang penulis.
Dunia menulis itu dunia sunyi. Hanya orang-orang tangguh
yang kuat melakoni ‘tirakat’ dan ‘riadat’-nya. Karena itu, seberapa sering pun seseorang
ikut pelatihan menulis, bila tidak kuat melewati proses, maka ya seumur-umur tidak
akan pernah jadi penulis.
Sebaliknya, tak pernah ikut pelatihan, tapi tekun berjibaku
menempuh jalan kepenulisan, ya orang seperti ini yang insyaallah akan
‘dipertemukan’ dengan takdir sebagai seorang penulis.
Maka, setiap kali saya menerima undangan mengisi pelatihan
menulis, berapa pun jumlah pesertanya, saya tak pernah berekspektasi setelah
pelatihan para peserta ujug-ujug piawai menulis.
Sepenuhnya saya menyadari, tugas saya hanya memotivasi,
mengurai benefit-benefit menulis yang menurut saya sangat aduhai dalam
kehidupan, menunjukkan kepada mereka rute jalan menjadi seorang penulis, cara-cara
efektif menulis, dan lain-lain. Setelahnya, semuanya berpulang ke peserta
masing-masing.
Banyak yang di ruang pelatihan semangatnya sangat memukau,
terbakar gairahnya, tapi begitu pulang ke rumah, kembali berjibaku dengan
rutinitas, semangat dan gairah itu perlahan meredup, lalu hilang tak berbekas.
Undangan dari HIMPAUDI Grobogan
![]() |
Suasana pelatihan menulis esai dan true story yang berlangsung seru dan sangat interaktif. (Dokumentasi panitia) |
Sebelum bulan Ramadan, tepatnya Sabtu, 22 Februari 2025,
saya dihubungi Pak Hasan Al-Azhar, pengurus Bidang Litbang HIMPAUDI Kabupaten
Grobogan, melalui messenger. Mewakili pengurus HIMPAUDI, Pak Hasan menyampaikan
keinginan mengadakan pelatihan menulis untuk anggota HIMPAUDI Kabupaten
Grobogan.
Hari Seninnya, 24 Februari 2025, Pak Hasan Al-Azhar
silaturahmi ke rumah saya untuk membicarakan terkait pelatihan menulis itu.
Dari Pak Hasan, saya mendapatkan informasi bahwa HIMPAUDI Grobogan ingin
membuat buku antologi artikel dari para pendidik PAUD se-Kabupaten Grobogan
sebanyak tiga judul (trilogi). Menurut
rencana, buku trilogi itu akan dilaunching pada hari ulang tahun HIMPAUDI bulan Agustus
mendatang.
Pak Hasan meminta saran dari saya pelatihan apa yang pas
untuk tujuan itu. Maka, saya sarankan mengadakan pelatihan menulis esai dan
kisah nyata (true story). Out put-nya, setelah peserta
mendapatkan materi teknis penulisan esai dan kisah nyata, mereka bisa langsung
praktik dan menuliskannya, lalu hasil tulisan mereka dibukukan dalam buku
antologi.
Sekitar dua bulan kemudian, pada Sabtu, 26 April 2025, puji
syukur kepada Allah Ta’ala, pelatihan itu akhirnya telah terlaksana bertempat
di aula Balai Latihan kerja (BLK), Jalan Gajahmada 30, Purwodadi. Pelatihan
diikuti tidak kurang 70 peserta.
Pelatihan berlangsung lancar dan seru. Para pendidik PAUD
yang hadir sebagai peserta mengikuti materi yang saya sampaikan dengan baik dan
seksama. Juga antusias. Saat saya meminta mereka memberi sudut pandang terkait
sebuah foto yang saya tampilkan lewat salindia, sejumlah mereka langsung
merespons dengan tunjuk jari.
Saya pun bilang ke mereka, dengan hanya melihat foto,
ternyata ide menulis sudah bisa muncul berikut sudut pandang yang berlainan
antar peserta satu dengan peserta lainnya.
![]() |
Berfoto bersama dengan peserta pelatihan, panitia, dan Kabid PMPTK Dinas Pendidikan Kabupaten Grobogan, Sudrajat Dangu Asmoro. (Dokumentasi panitia) |
Keseruan pelatihan membuat optimisme di satu sisi, tapi di
sisi lain saya juga realistis. Kepiawaian menulis tidak serta merta dikuasai
peserta setelah mengikuti pelatihan dengan saya. Apalagi hanya tiga jam.
Menikmati Proses Menjadi Penulis
Kepiawaian menulis memang tidak bisa instan. Kepiawaian
menulis melalui proses latihan yang kontinu dan berkelanjutan.
Seperti pertanyaan seorang pendidik PAUD yang disampaikan
kepada saya, selain membaca, apa saja yang bisa mengantar kita bisa menulis
dengan baik?
Saya pun bilang: berlatihlah menulis secara kontinu. Ibarat
pelari butuh joging harian, seorang penulis juga perlu latihan menulis setiap
hari, untuk melemaskan ‘otot’ menulisnya.
Setiap hari kita melihat langit, melihat bulan, melihat
matahari, melihat dedaunan yang diembus angin, dan seterusnya, namun belum
tentu kita bisa menuliskan sebagus-bagusnya dalam tulisan.
Menulis itu, kata saya, seperti orang belajar naik sepeda.
Tak ada sejarah orang belajar naik sepeda langsung bisa. Pasti jatuh bangun
berkali-kali. Namun setelah bisa, kita bisa naik sepeda dengan ngebut,
bahkan cul tangan.
Begitu pun tak ada orang yang berlatih menulis langsung bisa
menulis bagus. Pasti mengalami proses yang panjang, dan berliku. Setelah bisa,
menulis terasa begitu mudah. Peristiwa sederhana, di tangan seorang penulis,
bisa ditulis dengan sentuhan yang dalam, bermakna, dan menyentuh hati pembaca.
Saya tak berekspektasi semua peserta menjadi penulis. Tapi,
diam-diam, saya tetap berharap ada di antara para pendidik PAUD yang mengikuti
pelatihan itu, tergerak untuk menempuh jalan sebagai seorang penulis. Mau
menikmati proses, hingga kelak menikmati hasilnya.
Apalagi, menurut saya, menulis merupakan habit positif yang
perlu dikembangkan oleh para pendidik, termasuk pendidik PAUD. Ada banyak
benefit yang akan diperoleh dari kebiasaan menulis, di antaranya kecerdasan (intellectual
value), pendidikan (educational value), dan filsafat (philosophical value).
Seorang guru yang menulis akan meningkat daya
intelektualistasnya, semakin kaya wawasan dan kebijaksanaan, karena kebiasaan
menulis umumnya diawali dari tradisi membaca.
Benefit itu, selain akan dirasakan seorang pendidik PAUD
secara personal, juga secara profesional akan sangat membantu tugasnya mendidik
generasi bangsa. Jadi, saya tunggu karyanya ya. Jaga semangatnya!
Dan, di penghujung acara, hati saya pun bergetar ketika Hymne HIMPAUDI panjenengan semua senandungkan pada sesi penutupan pelatihan. Jujur, saya baper dan sekuat
tenaga menahan diri untuk tidak menitikkan air mata. Saya sangat terharu.
Kami berbakti dan mengabdi
Membangun kejayaan anak negeri
Dengan pendidikan anak usia dini
Suri tauladan erat terpatri
Wahai insan HIMPAUDI
Tertitip rasa bangga kami
Di bawah panji HIMPAUDI