GpOpBUdpGSz7TfA0TSG7TpAlTi==

Headline:

Tasyakuran Milad ke-20 FSPG: Sega Japede, Peluncuran Buku, dan Merawat Literasi Lokal

Saya (dua dari kiri) menyerahkan seporsi sega japede menandai tasyakuran milad ke-20 FSPG di RM. Soto Segeer Mbak Erni, pada Jumat (27/6/2025)
Harusnya, sebagaimana yang telah saya sampaikan dalam artikel Refleksi 20 Tahun FSPG: Tantangan Merawat Gerakan Literasi, milad (ulang tahun) ke-20 Forum Silaturahmi Penulis Grobogan (FSPG) jatuh pada Sabtu, 24 Mei 2025 lalu. Tapi karena kesibukan dan menyinkronkan waktu dengan para pengurus, kami baru bisa memperingati milad ke-20 FSPG pada Jumat, 27 Juni 2025 tempo hari.

Milad ke-20 FSPG kami peringati dengan sederhana di RM. Soto Segeer Mbak Erni, Depok, Toroh, Grobogan. Hanya dihadiri pengurus FSPG, meski tidak semua berkesempatan hadir. Acaranya kami tandai dengan tumpengan Sega Japede, peluncuran buku, dan diskusi ringan.

Tumpengan Sega Japede

Sega japede saya inisiatif spontan. Pertimbangannya, bila tumpengan nasi putih atau nasi kuning sudah biasa. Tapi tumpengan sega japede tentu bernuansa tak biasa. Sega japede sebenarnya bukan nama sebuah kuliner atau masakan, meski ia telanjur dijenama sebagai ikon kuliner Grobogan.

Sega japede akronim dari sega jagung, ayam pencok, dan olahan kedelai. Ketiga kuliner yang tercakup dalam sega japede, semuanya mencirikan kekayaan gastronomi Grobogan. Sega jagung pernah menjadi makanan pokok masyarakat Grobogan, terutama yang tinggal di perdesaan.

Era tahun 1980-an atau 1990-an, sega jagung menjadi masakan keseharian masyarakat perdesaan di Grobogan. Masyarakat Grobogan biasa menikmati sega jagung dengan sayur lompong, pepes pindang, botok tempe bosok, oseng gereh lombok ijo, sambal, dan rempeyek. Menyantap sega jagung menorehkan sejumput nostalgia tersendiri. Saat ini, sega jagung menjadi kuliner yang eksklusif di sejumlah warung makan di Grobogan.  

Lalu ayam pencok adalah ayam panggang khas Desa Kuwu yang entitasnya berasal dari hidangan sesaji di makam Mbah Ro Dukun yang berada di kompleks objek wisata Bledug Kuwu. Sedang olahan kedelai seperti tempe dan tahu karena Grobogan dikenal sebagai penghasil kedelai yang cukup diperhitungkan di kancah regional maupun nasional.

Maka, saya meminta Mbak Erni—pemilik RM. Soto Segeer Mbak Erni, untuk membuatkan sega japede dalam bentuk tumpeng. Tumpeng sega japede itulah yang kami gunakan menandai rasa syukur kami atas milad ke-20 FSPG, teriring untaian doa-doa kebaikan yang kami langitkan untuk eksistensi dan dinamisasi FSPG ke depan.

Kami pun guyup dan lahap menikmati sega japede yang meliputi sega jagung, ayam pencok, dan olahan kedelai (tempe kripik) beserta ubarampe lainnya seperti oseng gereh, urap, dan sambal tomat. Idep-idep merawat kuliner berbasis kearifan lokal.

Peluncuran Buku

Tasyakuran milad ke-20 FSPG juga kami tandai dengan peluncuran buku. Buku yang diluncurkan adalah buku berjudul “Grobogan Untold Story: Tokoh, Tradisi, dan Kuliner” yang saya tulis dan buku berjudul “Mencari Arti Kata: Antologi Cerpen Pembelajaran Bahasa Inggris” karya Jamilatul Istiqomah, Koordinator Bidang Kesekretariatan dan keanggotaan FSPG.

Tasyakuran milad ke-20 FSPG juga ditandai dengan peluncuran buku, di antaranya buku berjudul "Mencari Arti Kata: Antologi Cerpen Pembelajaran Bahasa Inggris" karya Jamilatul Istiqomah, Koordinator Bidang Kesekretariatan dan Keanggotaan FSPG. 
Peluncuran buku pada tasyakuran milad ke-20 FSPG merupakan upaya merawat gerakan literasi lokal dengan mendorong produktivitas berkarya bagi pengurus maupun anggotanya. Saya pun, pada kesempatan itu, menyampaikan sejumlah program FSPG untuk mendorong kedisiplinan berkarya, di antaranya program “Sebulan Dua Tulisan”. 

Dua tulisan dalam jangka waktu sebulan itu minimal. Selebihnya pengurus dan anggota didorong untuk semakin banyak lagi berkarya, baik untuk dimuat di media internal FSPG maupun di media-media mainstream.

Juga, FSPG sedang menggulirkan program penulisan dan penerbitan buku antologi setiap enam bulan sekali. Sehingga, dalam jangka waktu setahun, FSPG setidaknya bisa meluncurkan dua judul buku antologi setiap tahunnya.

Tentu ada agenda dan program lainnya, yang digulirkan sebagai upaya merawat gerakan literasi lokal dengan cara meningkatkan kemampuan menulis para pengurus dan anggota serta menciptakan ekosistem literasi yang kondusif bagi lahirnya karya-karya yang bermanfaat, baik dalam skala pribadi, organisasi, maupun masyarakat secara umum.

Foto bersama usai tasyakuran milad ke-20 FSPG. Semoga ke depan FSPG tetap eksis memijarkan api literasi di Kabupaten Grobogan tercinta.
Acara tasyakuran juga diwarnai dengan diskusi ringan bertema proses kreatif menulis buku dengan narasumber Jamilatul Istiqomah dan penasehat FSPG, Nur Aksan. Dalam sesi diskusi tersebut, Pak Nur Aksan—begitu saya biasa menyapanya, mewanti-wanti agar pengurus dan anggota FSPG berkarya dengan mengedepankan kejujuran dan integritas.

Penulis buku antologi cerkak Lintang ing Selane Mendhung itu memberi pesan tegas larangan berkarya dengan memplagiasi karya penulis lain. Menurutnya, plagiat adalah tindak tidak terpuji, memalukan, dan merusak citra diri penulis maupun organisasi.

Harapan

Kami memperingati milad ke-20 FSPG berbarengan dengan tanggal 1 Muharram 1447 H. Tentu kami berharap, semoga tahun baru, membawa spirit baru, semangat baru, untuk membuka lembaran baru bagi gerakan literasi yang lebih baik di masa mendatang.

Harapan kami, di tahun 1447 H, FSPG dapat mempersembahkan karya-karya terbaik yang bermanfaat untuk masyarakat. Aamiin.

Daftar Isi

 


 


Formulir
Tautan berhasil disalin