Berfoto dengan mempelai: Burhanudin Cahya Atmaja dan Faridatu Ulil Afidah. |
Nama lengkapnya Burhanudin Cahya Atmaja. Biasa dipanggil Burhan. Dia keponakan saya, anak dari kakak sepupu saya, Amin Ruchayati. Amin Ruchayati atau saya biasa memanggilnya Mbak Ru adalah anak Pakdhe Sujirun—kakak ibu saya. Sejak kecil saya akrab dengan Mbak Ru karena rumah kami berdekatan. Jadi Mbak Ru sudah seperti kakak kandung saya sendiri.
Burhan Menikah
Ahad, 6 April 2025 kemarin, Burhan, anak ketiga Mbak Ru
menikah. Pernikahan yang, bagi saya, bila dituruti perasaan yang sentimental, terasa begitu dramatis. Betapa tidak. Burhan menikah tanpa dibersamai abah dan ibunya, karena keduanya telah dipanggil oleh-Nya.
Sejak kecil Burhan telah menjadi anak yatim. Abahnya, Nur
Chamid—saya biasa memanggilnya Mas Nur, pegawai Pengadilan Agama, meninggal saat Burhan masih kecil. Seingat
saya, Mas Nur meninggal dunia sekitar tahun 2001 atau 2002 (lupa persisnya) karena
kecelakaan saat perjalanan naik mobil bersama rombongan dari rumahnya di Ungaran
(Semarang) menuju ke Sragen hendak baiat thariqah.
Burhan menerima Buku Nikah dari penghulu yang bertugas seusai prosesi akad nikah. |
Giliran Burhan, anak ketiga, yang hendak menikah, Allah punya
kehendak lain. Mbak Ru jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia pada awal Agustus
2024. Kondisi itulah yang secara sentimental membuat saya terenyuh. Saat ikut
menyaksikan Burhan melangsungkan akad nikah, saya tak bisa menahan saat sudut
mata saya beberapa kali sebak oleh air mata yang menggenang.
Saya tidak tahu bagaimana suasana batin Burhan. Mungkin dia
juga sedih. Saya perhatikan menjelang akad nikah, dia lebih banyak menunduk dan
sering mengusap mata. Ulil Abshor, adiknya, yang duduk di belakangnya beberapa
kali memberinya tisu.
Lewat story WA saya berikan pesan khusus untuknya,
dulu, Kanjeng Rasul Saw saat menikah dengan Sayyidah Khadijah juga sudah taklagi
berayah dan beribu. Tapi kisah cintanya sakinah, menyejarah, dan till jannah,
insya Allah. Tak lupa saya panjatkan doa keberkahan untuknya dan Burhan
mengaminkannya.
Bertemu Teman Lama
Di antara sebak dan kesedihan yang menggelayut, ternyata ada
kejutan yang membuat saya senang. Ternyata, ibu mertua Burhan alias ibu dari gadis
yang dinikahi Burhan adalah teman sekelas saya saat MTs. Namanya Istianah
Mahmudah. Saat bertemu, kami masih sama-sama mengingat dan tentu saja senang.
Ibu mertua Burhan, Istianah Mahmudah (paling kiri), teman sekelas saya saat MTs. |
Sebelum Mbak Ru meninggal, Mbak Ru-lah yang menjodohkannya dengan Burhan. Jadi boleh dibilang, Faridatu Ulil Afidah adalah jodoh pilihan Mbak Ru untuk Burhan. Burhan sendiri pernah curhat kepada saya soal perjodohan ini.
Saya pun bilang kepada Burhan, kalau kamu yakin dia agamanya baik, dia
salehah, nasabnya baik, secara fisik kamu tidak ada masalah, lanjutkan. Niati
itu juga sekaligus wujud darma baktimu kepada ibumu yang telah memilihkan
jodoh untukmu. Percayalah, cinta akan hadir seiring waktu. Kuncinya adalah jiwa
yang rela, hati yang menerima, siapkah engkau?
Dan pernikahan itu akhirnya telah berlangsung. Akad nikah
oleh KH. Muslih Umar, ulama setempat. Akad nikah dilangsungkan di serambi Masjid
Baiturrahman, Dusun Bangsri, Desa Tambakselo, Kecamatan Wirosari, yang tak jauh
dari rumah mempelai perempuan.
Berfoto dengan Burhan dan KH. Muslih Umar setelah prosesi akad nikah. |
من
رزقه اللهُ امرأةً صالحةً؛ فقد أعانه على شَطرِ دِينِه، فلْيَتَّقِ اللهَ في
الشطرِ الباقي
“Siapa yang diberi karunia oleh Allah
seorang istri yang salehah, berarti Allah telah menolongnya untuk
menyempurnakan setengah agamanya. Karena itu, bertakwalah kepada Allah setengah
sisanya. (HR. Baihaqi 1916).
Teriring doa ma'syur, barakallahu laka, wabaraka ‘alaika wa jama’a
bainakuma fii khair. Semoga Allah memberkahimu dan senantiasa memberkahimu;
dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan. Aamiin.
Membuat Group WA Alumni MTs
Selain bertemu Istianah Mahmudah, lewat njagong manten
ini pula saya berjumpa dengan Ahmad Fatoni, teman MTs saya yang lain, yang
ternyata rumahnya hanya sepelemparan batu dari rumah Istianah. Bahkan Fatoni—begitu
saya biasa menyapanya, juga rewang di rumah Istianah.
Ini adalah pertemuan kali pertama kami sejak lulus sekolah di
MTsN Wirosari tahun 1992.
Sepulang acara walimah urs’ saya sempatkan mampir ke
rumah Ahmad Fatoni dan dia pun berkabar dengan teman lainnya lagi yang rumahnya
dekat dengan rumahnya. Jadilah seperti reuni dadakan meskipun hanya tiga orang.
Selebihnya, kami berkomunikasi dengan teman-teman lainnya lewat video call.
Dari situ, kami berinisiatif membuat group WA. Mudah-mudahan
group ini nantinya bermanfaat untuk menjalin kembali pertemanan di masa sekolah
yang sempat terputus. Aamiin.