![]() |
Badiatul Muchlisin Asti, penulis buku Saat Kuncup Cinta Mekar di Hati menjadi pembicara dalam bedah buku karyanya tersebut di SMA N 1 Karangrayung pada Jumat (22/9/2010). (Foto: dokumentasi pribadia) |
Seksi Kerohanian OSIS Islam SMA N 1 Karangrayung berkerja sama dengan Himpunan Alumni SMA N Karangrayung (Hamaska) mengadakan acara seminar dan bedah buku “Saat Kuncup Cinta Mekar di Hati, Panduan Islami untuk Remaja Agar Cintanya Tak Berbuah Petaka”, pada Jumat, (22/9/2010). Acara bedah buku menghadirkan pembicara penulis buku tersebut Badiatul Muchlisin Asti dan diikuti oleh 70-an pelajar setempat.
Badiatul Muchlisin Asti dalam paparannya menyatakan, cinta merupakan anugerah Allah yang diberikan kepada manusia yang wajib disyukuri. “Beruntunglah, ketika kamu menginjak usia remaja dan kamu mengalami jatuh cinta kepada lawan jenismu. Itu artinya, kamu normal,” tandasnya.
“Ada banyak lho orang yang tidak mengalami jatuh cinta. Sementara sebagian lagi ada yang merasakan cinta, namun cinta yang salah, misalnya karena ia mencintai sesama jenisnya” kata Badiatul Muchlisin Asti lagi.
Karena cinta adalah anugerah, kata Badiatul Muchlisin Asti lebih lanjut, maka ia wajib disyukuri. Caranya adalah dengan mengelolanya dengan benar, agar cinta tak berujung petaka. Banyak kejadian tragis di panggung kehidupan ini yang di antaranya sebagai akibat dari kesalahan menyikapi dan mengelola cinta.
Ada kasus bunuh diri karena patah hati diputus cinta atau cintanya ditolak, ada juga yang tega membunuh kekasihnya karena menuntut pertanggungjawaban setelah dihamili. Dan masih banyak kasus-kasus serupa lainnya.
Menurut Badiatul Muchlisin Asti, kasus-kasus semacam itu
tidak perlu terjadi apabila cinta diletakkan dalam koridor yang semestinya.
Agama dalam hal ini harus dijadikan sebagai panduan dalam menyikapi persoalan
cinta. Suasana seminar dan bedah buku yang berlangsung santai. (Foto: dokumentasi pribadi)
“Karena tujuan agama dihadirkan ke dunia ini memang dalam rangka menuntun manusia dalam menyikapi seluruh aspek kehidupannya, termasuk dalam masalah cinta,” kata Badiatul Muchlisin Asti.
Tiga Rumus Cinta Sejati
Lebih jauh Badiatul Muchlisin Asti menyampaikan tiga rumus cinta sejati menurut Islam. Rumus pertama, cinta sejati adalah cinta karena Allah. Di sini, cinta kepada Allah menjadi muara dari seluruh ekspresi cinta. Cinta kepada orangtua, guru, sahabat, teman, kekasih, dan sebagainya, semuanya bermuara pada cinta kepada Allah. Ridha Allah menjadi puncak harapan dan tujuannya.
Rumus kedua, menikah adalah password cinta sejati. “Tidak ada cinta sejati sebelum diikat tali pernikahan. Pernikahan adalah jalan legal dan halal, juga jalan indah dan full ibadah, untuk menyemai cinta,” tegas Badiatul Muchlisin Asti.
Karena itulah, lanjut Badiatul Muchlisin Asti, dalam Al-Qur’an penikahan disebut sebagai mitsaqan ghalidza, yang berarti “perjanjian yang berat”. Jadi, pernikahan bukan ikatan main-main layaknya orang pacaran.
Melayani permintaan tanda tangan dari para peserta seusai seminar. (Foto: dokumentasi pribadi)
Dalam pernikahan, ada kenikmatan-kenikmatan yang boleh
dirasakan, tapi juga ada tanggungjawab di dalamnya. Akad nikah yang diikrarkan
menjadikan halal apa-apa yang sebelumnya haram.
“Rumus ini menjadi peringatan agar remaja, terutama remaja putri, agar tidak mudah takluk oleh rayuan laki-laki yang menuntut kontak fisik, dalam berbagai bentuknya, terutama hubungan seksual sebelum pernikahan,” tegasnya.
Rumus ketiga atau yang terakhir, kalau cinta jangan maksiat. Menurut Badiatul Muchlisin Asti, dalam Islam jatuh cintanya sih boleh, tapi tindaklanjutnya yang haram. Jatuh cinta boleh, namun bila jadi sms-sms-an mesra atau mojok berdua, itulah yang dibatasi oleh syariat untuk mengantisipasi terjerumusnya pasangan yang belum menikah tetapi tengah dimabuk oleh rasa cinta ke dalam kemudaratan-kemudaratan yang tidak diinginkan.
“Tegasnya, betapa pun gemuruh cinta menderu-deru dalam dada, tetap jaga kesuciannya, jangan pernah sekalipun ternoda,” tegas Badiatul Muchlisin Asti.