![]() |
Ilustrasi Kapitan Pattimura. (tirto.id/Gery) |
Sebuah video yang berisi potongan khutbah Ustaz Adi Hidayat yang menyatakan bahwa Kapitan Pattimura—pahlawan nasional—bernama asli Ahmad Lussy dan seorang Muslim, viral di media sosial. Konten itu pun menuai pro dan kontra.
Terlepas dari pro dan kontra itu, sesungguhnya cerita tentang Kapitan Pattimura versi Muslim sudah lama dikemukakan. Profil Kapitan Pattimura versi Muslim itu setidaknya bisa dibaca di buku berjudul “55 Tokoh Muslim Indonesia Paling Berpengaruh” karya Salman Iskandar (Tinta Medina, Solo, 2011).
Data
penulisan biografi Pattimura di buku ini berdasarkan sumber dari sejarawan
Islam Prof. Dr. Ahmad Mansur Suryanegara—yang juga menjadi editor ahli buku
tersebut.
Di buku itu disebutkan, Pattimura adalah seorang Muslim yang taat. Ia
memiliki nama asli Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy. Ia
lahir di Hualoy, Seram Selatan, pada 8 Juni 1783. Ia adalah seorang bangsawan
dari Kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja
ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Pelayan Allah).
Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali.
Mengutip pendapat Ahmad Masur Suryanegara, Pattimura itu marga yang masih
ada sampai sekarang. Menurutnya, semua orang Maluku yang bermarga Pattimura ini
beragama Islam. Orang-orang tersebut mengaku ikut agama nenek moyang mereka,
yaitu Pattimura.
Masih menurut Ahmad Mansur, mayoritas kerajaan-kerajaan di Maluku adalah
kerajaan Islam. Di antaranya adalah kerajaan Ambon, Herat, dan Jailolo. Begitu
banyaknya kerajaan sehingga orang Arab menyebut kawasan ini dengan Jazirah
Al-Muluk (Negeri Para Raja), yang kelak sebutan ini dikenal dengan nama
Maluku.
Pattimura alias Ahmad Lussy meninggal dunia pada 16 Desember 1817. Ia
menjalani hukuman mati di atas tiang gantungan di dalam Benteng Victoria,
Ambon—setelah sebelumnya ditangkap pasukan Belanda di Siri Sori bersama
beberapa pasukannya.
Siapa Ahmad Masur Suryanegara?
Prof. DR. Ahmad Masur Suryanegara sendiri adalah seorang sejarawan Islam
yang produktif menulis artikel dan buku bertema sejarah. Di antara karyanya
adalah buku berjudul Menemukan Sejarah, Wacana Pergerakan Islam di Indonesia
yang diterbitkan oleh Mizan, Bandung, 1995. Lalu buku berjudul Api
Sejarah (Jilid 1 dan 2): Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan
NKRI yang diterbitkan oleh Salamadani, Bandung, 2009 dan 2010.
Pada tahun 2010, buku karya Ahmad Mansur Suryanegara Api Sejarah
meraih IBF Award sebagai Buku Islam Terbaik Kategori Nonfiksi Dewasa. Buku Api
Sejarah sendiri mengangkat sejarah perjuangan dan jihad para ulama dan santri
dalam menegakkan kedaulatan NKRI sejak abad ke 7 M hingga masa Presiden RI
ke-7.
Di buku Api Sejarah 1, Ahmad Masur Suryanegara menyebut Pattimura
sebagai seorang Muslim saat menjelaskan tentang penyerangan Imperialis
Protestan Belanda. Dalam bukunya tersebut, Ahmad Mansur menulis, “Akibat
Imperialias Protestan Belanda melihat masih adanya hubungan niaga antara Kesultanan
Turki dan Kesultanan Mongol di India dengan kekuasaan politik Islam di
Nusantara Indonesia, maka diserangnya secara intensif wilayah produsen
rempah-rempah di luar Jawa, sebelum dan sesudah adanya tanam paksa, 1830-1919
M.”
Ahmad Mansur juga menulis lebih lanjut, “Untuk daerah luar Jawa yang lebih
diperhatikan adalah daerah sumber rempah-rempah, yaitu Kepulauan Maluku. Akibat
penindasan dan kekejaman penjajah Protestan Belanda, bangkitlah perlawanan
bersenjata dipimpin oleh Kapitan Pattimura, 1817 M. Di Ambon, penyandang nama
Pattimura adalah Muslim. Oleh karena itu, salahlah jika dalam penulisan
sejarah, Kapitan Pattimura disebut seorang penganut Kristen.
Asal-usul Pattimura Sebagai Thomas Mattulessy
Lalu dari mana datangnya nama Thomas Mattulessy? Dalam buku 55 Tokoh
Muslim Indonesia Paling Berpengaruh disebutkan, biografi Pattimura yang
saat ini menjadi sejarah Pattimura versi pemerintah adalah berdasarkan buku
sejarah karangan M. Sapija.
Disebutkan, M. Sapija menulis, “Bahwa pahlaman Pattimura tergolong turunan
bangsawan yang berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayahnya bernama Antoni
Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang
terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau bukan nama orang, tetapi nama
sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Pulau Seram.”
Pernyataan M. Sapija tersebut dibantah. Menurut Ahmad Mansur, ada kejanggalan dalam keterangan Sapija. Ia tidak jujur dengan tidak menuliskan Sultan Abdurrahman yang dikenal dengan sebutan Sultan Kasimillah sebagai pelayan Allah dan tidak menyebut Sahulau itu adalah kesultanan.
Kemudian ada penipuan dengan menambahkan marga Pattimura
Mattulessy. Padahal, di negeri Sahulau
tidak ada marga Pattimura atau Mattulessy. Di sana, hanya ada marga
Kasimiliali. Leluhur mereka adalah Sulatan Abdurrahman.
Jadi, menurut Ahmad Masur Suryanegara, asal nama Thomas Mattulessy dalam
buku sejarah nasional adalah karangan dari Sapija. Sebenarnya, Mattulessy
bukanlah marga melainkan nama, yaitu Ahmad Lussy (Mat Lussy). Adapun Nama
Thomas Mattulessy sebenarnya tidak pernah ada di dalam sejarah perjuangan
rakyat Maluku (yang ada adalah Mat Lussy).
Demikianlah, ikhwal Kapitan Pattimura versi Muslim yang viral setelah
dinyatakan oleh Ustaz Adi Hidayat dalam sebuah khutbahnya. Mana yang benar dari
sejarah Kapitan Pattimura, versi yang saat ini populer atau versi Muslim,
biarlah para sejarawan yang berkompeten menjawabnya. Bagi yang awam, setidaknya
sejarah dalam berbagai versinya itu bisa menjadi pengayaan serta tambahan
pengetahuan dan wawasan. Wallahu
a’lam bish shawab.
*Artikel ini tayang di Ayobandung.com edisi Selasa, 12 Juli 2022 dengan judul "Kenapa Kapitan Pattimura Disebut Ahmad Lussy?"